Rabu, 21 Januari 2015


Penenangan adalah wujud sifat manusia, meneduhkan ruang hati pada rasa kenyamanan dan ketentraman. Bumi di pijak dengan segala yang mengisinya, air yang tenang mengayomi kehidupan, tanah gembur asupan flora serta fauna yang berkumpul dalam koloni etis sebuah alam liar. Manusia sebagai bagian paling dinamis dengan skala prioritas tujuan kehidupan, mengeksplorasi dengan cerdas memanfaatkan apapun untuk bertahan normal sampai anak pinak.

Meluku tanah menanam apa yang disukainya serta mengayuh daging sesuai yang diinginkan, memang begitulah proses kebutuhan jalinan antara manusia dan alam sebagai struktur yang kita kenal di pelajaran biologi dengan istilah simbiosis mutualisme, berjalan selaras seimbang serta berkelanjutan. Akan tetapi, sesuatu ada kapasitas akibat yang di timbulkan, entah itu sebuah gejala alami atau kecurangan-kecurangan yang tidak di sengaja atau memang dilakukan karena kurang puasnya manusia dengan kebutuhan hidupnya.



Bumi seisinya tercipta dengan segala fasilitas alami untuk dimanfaatkan manusia, manusia tak akan bisa hidup dan bertahan sekian ribu peradaban di berbagai macam belahan dunia, berkumpul menjadi kumpulan kremasyarakatan yang terus berkembang dari tradisional sampai peradaban modern. Manusia semakin banyak dan bumi tetap satu, kebutuhan dasar makanan meningkat seiring kebutuhan manusia, dasar dari kehidupan adalah ketersediaan sumber daya pangan, isu tentang kerusakan alam menjadi hal biasa, ada tanggapan pun pula bersifat acuh beberapa manusia yang mementingkan kejayaan semata. Saat ini  menyoroyi permasalahan global yang bumi sebagai rumah tinggal kehidupan menjadi perhatian serius beberapa kalangan pemerhati, gerakan ataupun suara untuk melindungi bumi dari proses eksploitasi berdengung kencang, walaupun sedikit saja merubah keadaan, tapi tidak salah kita mulai melakukan dengan rencana kecil, ketika keluar dari pintu rumah kita, mereka-reka kebutuhan secara efisien, menangani sampah secara bijak, ataupun menghemat apapun sumber daya yang tersedia selaras kebutuhan. Jangan sampai kita lupa momen indah di waktu kecil itu hilang, impresi alam yang murni sulit kita temukan untuk bertetirah merindu ketenangan.

Minggu, 11 Januari 2015



Nusa Tenggara Timur, yang akrab di sebut Flores. Tempat dimana para pecandu kedalaman beraksi, menjelajah dasar-dasar basah nan sejuk. Kerajaan ekosistem bawah laut yang eksotis memamerkan keelokan tanpa topeng. Untaian tanah kerontang berbaris tak beraturan namun manis dilihat, membentang luas tanpa peneduh, membentuk bukit-bukit savana khas tanah timur. Keduanya tak luput dari incaran para penikmat keindahan nyata tak bersandiwara.


Dalam misi untuk mengenal budaya setempat, melihat bagaimana aktifitas masyarakat flores baik asli maupun pendatang serta turis-turis lokal dan asing, khususnya di labuan bajo dan kampung wae rebo sebagai titik perjalanan.  


Selain budaya yang menjadi khas, lanskap yang disajikan tanah savana ini juga menarik perhatian pandangan, bukit-bukit berjajar bagai pagar menampilkan keaslian tanah savana yang kerontang. panorama alam tampak murni alami dibalik sinar surya yang merekah.






KONEKSIVITAS BUDAYA, perjalanan budaya bukan hanya sebuah misi destinasi pada objek suatu tempat, tapi lebih pada penekanan dan perhatian fitur renik kemasyarakatan yang terpampang dalam sebuah kelompok adat, kepekaan untuk masuk dalam lingkup budaya sebagai media pengamatan tentang keragaman yang terjalin secara sengaja dan turun-temurun menjadi sebuah tatanan klasik yang memiliki cerita panjang hingga terbentuknya suatu kantong rutinitas. Budaya lebih dari pada sekedar cikal bakal kekhasan suatu wilayah, tepi lebih kepada kisah bagaimana sebuah hubungan terjalin walaupun terpisah jarak tetapi tetap tampak mencul sebagai puncak ciri.

Seperti hadinya sebuah kampung Wae Rebo, banyak sekali warna yang janggal tetapi tetap santun terjaga. mulai dari kriya "Mboru Niang" sebuah rumah adat yang berbentuk kerucut selaras dengan menyatunya alam sebagai pusat kehidupan dan berkebutuhan, air yang mengalir cikal kata WAE dan mimpi yang berarti Wae Rebo yang dipercaya masyarakat adat kampung Wae Rebo, mendaulat bahwa disinilah terbentuk awal mula kehidupan nenek moyang mereka. Harmoni keserasian budaya walaupun samar tetapi ada sedikit hubungan corak Minangkabau sebagai identitas awal. Mereka hidup dengan begitu luhur menjaga nilai budayanya sebagai nilai unggul, walaupun sedikit malu-malu, Wae Rebo tak segan beraktraksi mengenal asing untuk menampilkan inilah budaya Wae Rebo, menyajikan sebuah kisah keunikan tersembunyi pulau Flores barat didekap tajuk rimba.







Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!